Pohon kelapa adalah tanaman yang hampir semuanya bermanfaat, mulai dari akar sampai ke pucuk daunnya. Akarnya dapat dijadikan suh (tali pengikat), batangnya biasa dipergunakan untuk bahan bangunan rumah, buahnya dapat diolah untuk berbagai macam makanan, daunnya bisa digunakan untuk bahan bakar (suluh), lidinya bisa dibikin sapu dan daun yang masih muda untuk bahan membuat ketupat.
Beberapa warga masyarakat Desa Melung juga mengambil manfaat dari bagian pohon kelapa dengan menjadi penderes. Penderes adalah sebutan bagi penyadap nira yang pekerjaan setiap pagi dan sore naik turun pohon kelapa untuk mengambil nira (badeg) bahan gula merah. Manisnya gula merah dan harumnya nira saat mendidih ternyata tidak semanis dan seharum nasib menjadi penderes.
Pohon kelapa yang disadap umumnya bukan milik penderes, dan mereka menyewa sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Bisa dengan gula kelapa atau dalam bentuk uang, dan biasanya dibayarkan per-bulan. Harga sewa satu pohonnya berkisar anatara Rp. 3.000,- sampai dengan Rp. 5.000,- per-bulan, tergantung dari nira yang dihasilkan.
Seorang penderes membutuhkan waktu 2-3 jam untuk proses penyadapan (memanjat, memasang dan mengambil pongkor), memotong manggar dan mengikat pongkor. Sedangkan dalam proses memasaknya membuthkan waktu kira-kira 3 jam dengan satu gulung kayu bakar.
Menjadi penderes itu tidak mengenal hari libur, hujan dan petir, karena terlambat sedikit saja hasilnya akan sia-sia. Jika terlambat dalam hitungan jam nira akan masam dan kalau dimasak akan menjadi “gula gemblung” (umpatan rasa kecewa) karena gula tidak keras dan tidak layak untuk dijual.
Tidaklah menjadi persoalan kemana harus menjual hasil sadapan yang sudah menjadi gula, karena hampir setiap orang membutuhkannya. Yang menjadi persoalan justru karena mereka (penderes) sudah terbelit hutang sama tengulak. Sehingga untuk sekedar melayani pembeli eceran mereka lakukan secara sembunyi-sembunyi. Walaupun memang harganya jauh lebih tinggi. Katakan kalau dijual sama tengkulak Rp. 5.000,- kalau diecerkan bisa mencapai Rp. 6.000,- sampai dengan Rp. 7.000,-.
Disatu sisi ingin menjual dengan harga tinggi, tapi disisi lain mereka juga tidak enak sama tengkulak atau juragan gula. Karena umumnya tengkulak akan memanjakan penderes dengan memberikan pinjaman seberapapun, termasuk menyediakan keperluan sehari-hari seperti beras, minyak dan yang lain. Sehingga ada ikatan yang membuat mereka tidak menjual eceran atau kepada orang lain walaupun harganya lebih tinggi.
Dan jeratan seperti itu benar-benar mengikat karena dalam setiap penyetoran gula mereka akan dibayar sesuai dengan jumlah gula yang disetor. Sehingga penderes tetap akan mempunyai pinjaman bahkan kalau ada keperluan yang mendesak mereka minta pinjam lagi juga diberi. Semakin hari hutang yang ada bukannya lunas bahkan akan semakin bertambah.
Tengkulak kaya? Memang, karena antara pembelian dan penjualan yang menentukan harga tengkulak yang tentu saja kalau bicara usaha sudah memperhitungkan untung ruginya dalam memberikan pinjaman yang seakan menjadi ikatan kerja sama.
Terimakasih banyak pak atas infonya, Bagus nih buat nambah nambah pengetahuan