“Bapakku yang lebih jago, lebih gaul.. yang pertama ngajarin aku online, facebook-an, twitter…”
Nyengir lebar si bibir ini tatkala mendengar pernyataan unik dari Lilis (16). Di rumah bersahaja yang terletak di tepi lereng Gunung Slamet, Lilis sedang diwawancarai dalam rangka pengumpulan data untuk tugas akhir saya pada Rabu, (4/6) lalu. Pemudi yang tinggal di Desa Melung, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas ini berkebalikan dengan saya.
Nun jauh di Bandung, sayalah yang mengajarkan kedua orangtua memainkan media sosial. Sedangkan Lilis, ayahnya yang malah mengajarinya.
Margino, ayahanda Lilis, rupanya dijuluki sebagai pemimpin redaksi situs resmi desa mereka. Ulala, pemimpin redaksi? Wait up, situs resmi desa? Eh, desa punya situs? Keajaiban jenis apa lagi ini?
Yep. Desa Melung merupakan salah satu desa penggagas gerakan pemberdayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk kawasan perdesaan di tiap sudut negeri. Mereka menamai gerakan mereka dengan Gerakan Desa Membangun (GDM). Kombinasi kata dari nama gerakan ini bukan tanpa makna.
“GDM ini semacam sindiran-sindiran halus kepada pemerintah atas. Desa selama ini seolah-olah selalu diberi,” ujar Agung Budi Satrio, salah seorang pegiat GDM di Melung. “Kita biasa dijejali dengan jargon dari pemerintah: “membangun desa”. Ini berarti kan orang lain yang membangun. Dengan GDM, kami berupaya bagaimana desa yang membangun, diwakili dengan ‘Desa Membangun’.”
Ayah Lilis, Margino, pun sempat kuwawancarai. Dengan titelnya sebagai “pemimpin redaksi” Margino merupakan pengelola utama yang senantiasa menjaga situs dan media sosial agar tetap terisi konten dan inetraksi. Bersama dengan delapan perangkat desa lain, Kepala Urusan Keuangan Desa Melung ini pun berupaya memasyarakatkan TIK di kalangan masyarakat desa.
“Pada saat ronda paling, kan ada jaga malam untuk perangkat desa dan warga lain. Nah, biar nggak ngantuk, setel youtube wayang. Kita sih nggak terlalu memaksa harus begini harus begitu yang penting senang dulu,” ujar Margino, berkisah tentang upayanya memperkenalkan TIK pada warga desa. Remeh, namun bertahap.
Terhitung, baru 10% dari keseluruhan warga Melung yang mahir memanfaatkan TIK dengan baik. Margino mengaku, dirinya tak terlalu memaksakan warganya untuk simsalabim langsung lihai memainkan internet. Ia berpesan kepada rekan sekampungnya, jangan sampai mereka lebih sering melihat dunia luar. Sebisa mungkin, justru orang luarlah yang melihat mereka.
“Saya pernah membuat satu video, aktivitas sehari-hari, yaitu kegiatan menyadap nirah kelapa hingga membuat gula. Mereka jadi tertarik, padahal itu sudah menjadi pandangan sehari-hari. Setiap ditampilkan tuh senang. Ya kalau mau lihat film, kita bikin sendiri saja,” tuturnya mantap.
Di tulis oleh : Tristia Riskawati (Mahasiswi Universitas Padjadjaran Bandung)
Masih bersambung …