Perkembangan media baru mengaburkan batasan antara media dengan audiens. Keberadaan media baru memungkinkan setiap orang menjadi produsen informasi. Produksi informasi tidak lagi dimonopoli oleh media. Hal ini membawa dampak signifikan dalam dunia jurnalisme. Pengertian jurnalisme konvensional yang memberikan otoritas bagi jurnalis ‘profesional’ sepertinya harus dikaji ulang. Di era dimana setiap orang mampu membuat medianya sendiri dan memproduksi informasi membuat jurnalis ‘profesional’ tidak lagi memegang otoritas tunggal. Hal ini menyuburkan apa yang disebut dengan Jurnalisme Warga. Disamping itu, produksi informasi tidak lagi dikuasai oleh kelompok masyarakat ‘terdidik’ dan ‘modern’. Keberadaan media baru memungkinkan berbagai komunitas akar rumput memperoleh kesempatan bicara. Termasuk Desa. Membayangkan bagaimana ketika Desa mengenal Media Baru. Bagaimana ketika Desa mempunyai otoritas untuk mengelola informasi dan menyuarakan dirinya kepada khalayak luas. Disinilah fenomena ini menjadi menarik untuk dikaji lebih dalam. Gerakan Desa Membangun yang bergerak sangat cepat di Kabupaten Banyumas menjadi satu objek kajian ilmiah yang menarik. Masyarakat desa yang selama ini tidak banyak dilirik media tiba-tiba berubah menjadi produsen informasi yang produktif dan membuat Desa mereka ‘terlihat’ oleh dunia. Dalam konteks inilah kecenderungan produk jurnalisme warga menjadi penting untuk dilihat lebih lanjut.
Dari serangkaian penelitian yang dilakukan, peneliti mendapatkan berbagai kecenderungan menarik. Pertama, meskipun secara kumulatif jumlah konten berita cukup signifikan, konsistensinya belum cukup baik. Kedua, konten berita lebih banyak berbicara potensi desa dibandingkan dengan masalah. Artinya, ada optimisme yang ingin dihadirkan melalui media warga ini. Ketiga, isu good overnance mendominasi wacana dalam Portal Desa. Isu ini mendapat porsi yang cukup signifikan karena dianggap menjadi modal utama untuk mencapai kemandirian. Keempat, Aspek sosial lebih banyak disentuh dibandingkan dengan aspek budaya, ekonomi, apalagi politik.
Hal ini didorong oleh semangat independensi Desa dari berbagai kepentingan. Kelima, Pengalaman lapangan menjadi sumber berita utama bagi para jurnalis. Artinya eyewitness report sangat kuat dalam praktik Jurnalisme Warga. Keenam, konten berita dalam Portal Desa menghadirkan sudut pandang ‘ordinary people’ yang membedakan dengan media mainstream. Ketujuh, masyarakat desa mendapat tempat yang dominan dan cenderung menghindari representasi elemen supradesa. Hal ini menunjukkan kuatnya Desa sebagai komunitas yang ingin eksis. Kedelapan, meskipun memilih jalur jurnalisme alternatif, bukan berarti kontennya bersifat provokatif. Para Jurnalis warga dalam gerakan ini mencoba untuk tetap bersikap objektif tanpa kemudian mengabaikan fungsi advokasinya.
Penelitian ini dilakukan oleh Lisa Lindawati Asisten Dosen di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM dibantu oleh Ruth Lasamahu, Rani Eva Dewi, Nirmala Fauzia, dan Rezha Amalia. Keempatnya adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM angkatan 2011.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lemabaran berikut ini :