Potensi Tersembunyi Dari Ternak Kambing
Kebutuhan akan konsumsi daging setiap tahun selalu meningkat. Sementara pemenuhan kebutuhan selalu negatif. Artinya jumlah permintaan lebih tinggi daripada peningkatan produksi daging (kambing, domba, sapi, kerbau) sebagai konsumsi. Dengan semakin tingginya tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan masyarakat akan berpengaruh terhadap pola konsumsi. Yaitu dari pemenuhan karbohidrat menjadi pemenuhan kebutuhan akan protein sehingga permintaan akan protein asal hewani tentu akan terus meningkat.
Daging merupakan salah satu penyumbang protein hewani, di samping susu dan telur. Produksi daging sapi dalam negeri baru memenuhi 24% dari kebutuhan daging nasional. Kebutuhan daging sapi nasional saat ini sekitar 385,03 ton/tahun, sedangkan produksi daging nasional baru sekitar 249,92 ton/tahun. Artinya, masih terjadi kekurangan pasokan daging sapi sebesar 35,1%. Hal itu yang menyebabkan pemerintah sering melakukan impor daging sapi baik dalam bentuk ternak hidup, maupun daging beku.
Berbicara persoalan daging di Desa Melung dengan rumah tangga yang berjumlah 564 rumah lebih kurang 60% memelihara ternak kambing sama dengan 338 rumah tangga dengan jumlah yang dipelihara bervariasi namun rata-rata 4 ekor jenis Jawa Randu dan Kambing Kacang setiap kandangnya bahkan ada yang lebih. Sehingga rata-rata populasi ternak kambing 1353 ekor. Apabila perbandingan ternak jantan dan betina 50 : 50 maka jumlah ternak betina 676 ekor kambing dan 70% nya adalah ternak kambing dewasa sehingga berjumlah 473 ekor. Sehingga tahun pertama akan lahir 480 ekor kambing.dan akan terus berkembang populasinya seiring dengan bertambahnya populasi induk.
Sebenarnya ternak kambing di Desa Melung sangat berpotensi untuk lebih di tingkatkan, selain perbaikan genetik, dan tatalaksana pemeliharaan yang baik. Warga Desa Melung sudah menyumbangkan kurang lebih 400 ekor kambing siap potong setiap tahunnya. Secara hitungan seharusnya setiap tahun akan terus meningkat populasi ternaknya, karena jumlah betina induk akan bertambah.
Kendala yang dihadapi petani kebanyak memiliki kemampuan dalam beternak yang sangat minim terutama dalam mengawinkan ternaknya. Kambing dengan lama kebuntingan berlangsung selama 150-152 hari atau ± 5 bulan sehingga calving interval yang ideal rata-rata 8 bulan dalam 2 tahun dapat melahirkan anak sampai 3 kali namun di peternak rata-rata mecapai 10 – 14 bulan sehingga dalam 2 tahun hanya mampu melahirkan ternak kambing 2 kali. Bagi warga kambingnya akan dikawinkan apabila  sudan ngorong-ngorong (mengeluarkan suaranya terus menerus) atau birahi puncak pada ternak kambing. Sehingga kehilangan waktu untuk bunting berikutnya dan dikawinkan kembali sampai umur cempe 4 – 5 bulan, karena kasihan cempenya tidak dapat menyusui induknya demikian dikatakan salah seorang peternak.
Menurut Wiwit (30) mengatakan lambatnya perkembangan populasi dikarenakan minimnya pengetahuan dan ketrampilan peternak, serta pemberian pakan yang cukup dengan hijauan segar, sehingga perlu adanya terobosan untuk memberi pelatihan peternak.
Lambatnya perkembangan populasi kambing dikarenakan juga konsumsi daging kambing dan domba yang kurang diminati masyarakat, karena ada yang berpendapat dapat menaikkan tensi (tekanan darah) karena darah tinggi. Kebiasaan ini terlihat saat hari Raya Kurban, banyak masyarakat memiliki daging sapi untuk dikonsumsi. Disamping itu, rendahnya diversifikasi sumber protein hewani di masyarakat juga mempengaruhi populasi hewan-hewan potensial seperti  kambing dan domba tersebut.