Rencana Acuan Kerja Pelaksana Pembangunan Desa Bidang Pariwisata

Dalam waktu dekat Pemerintah Desa Melung akan mengadakan pelatihan pengembangan pariwisata ditingkat desa. Sadar wisata merupakan hal mendasar yang harus dipahami oleh setiap lapisan masyarakat. Kesadaran wisata yang tinggi mendorong masyarakat untuk berperan serta aktif dalam pembangunan pariwisata. Upaya peningkatan sadar wisata bagi masyarakat di desa Melung sangat penting, karena desa ini sedang mengembangkan pariwisata. Desa Melung mempunyai potensi wisata yang sangat kuat, namun belum didukung dengan kesiapan sumber daya manusia. Selain itu, tingkat sadar wisata masyarakat Melung juga masih sangat rendah. Penyiapan sumber daya manusia dilakukan melalui berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), sehingga bisa menjadi penggerak utama pengembangan desa wisata dan mengalami peningkatan dari aspek perekonomian.

Berikut adalah rencana acuan kerja pelatihan pengembangan pariwisata di tingkat desa.

 1,961 total views

Bumdes Melung Mengikuti Webinar Desa Brilian

Bumdes Melung Mengikuti Webinar Desa Brilian

Bumdes Alam Lestari Desa Melung, Pemerintah Desa Melung, Karang Taruna dan PKK Desa Melung mengikuti zoom meet ( webinar Desa Brilian Tahun 2021) yang diselenggarakan oleh BRI dan Bumdes.id. Topik kegiatan ini yaitu Desa Brilian – Membangun Desa Berkelanjutan.

Zoom Meet pertama di Aula Widya Mandala Desa Melung
Zoom meet kedua di Kantor Desa Melung

Tujuan webinar ini mengangkat cerita desa-desa Brilian, mendorong kemajuan dan memberikan penguatan agar desa-desa tersebut bisa menjadi desa percontohan nasional.

 1,949 total views

Mereka Tidak Dipusingkan Lagi Masalah Pupuk Urea

Anjloknya harga gabah hasil panen serta mahal dan langkanya pupuk serta obat-obatan adalah masalah rutin petani. Ini seolah sudah menjadi “takdir” yang digariskan bagi mereka yang terus berulang dan terjadi setiap tahun.

Namun tidak demikian dengan petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Permata Sari di Desa Tirtosari, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Semua kepahitan itu hanyalah masa lalu belaka.

“Walau harga gabah dan beras di pasaran naik turun tidak menentu, gabah dan beras milik kami tetap laku terjual dengan harga tinggi, Rp 3.500 per kilogram dan Rp 6.000-Rp 7.500 per kg,” ujar salah seorang petani, Haryadi.

Gapoktan Permata Sari beranggotakan 72 petani sejak tahun 2004 menerapkan sistem pertanian semi-organik untuk secara perlahan melepaskan diri dari ketergantungan pupuk kimia. Luas tanam padi dengan sistem ini mencapai 50 hektar dan jenis padi yang ditanam adalah jenis mentik wangi susu, varietas lokal di desa tersebut.

Dengan sistem ini, mereka hanya memakai pupuk kimia jenis phonska, sebanyak dua kuintal per hektar. Umumnya petani membutuhkan 3-4 kuintal phonska per hektar. Pupuk lainnya adalah pupuk kandang, sebanyak 10 ton per hektar, serta Ferinsa (fermentasi urine sapi) sebagai pupuk hijau, sebanyak 1-1,5 liter per hektar.

Saat memakai pupuk kimia, biaya yang dikeluarkan petani hingga panen sekitar Rp 1 juta per hektar, dengan sistem pertanian semi-organik Rp 1,3 juta.

Di Banyumas, sekitar 100 petani di Desa Melung, Kecamatan Kedung Banteng, menerapkan sistem pertanian organik sejak 2009. Sukirno Hartoyo (38), Ketua Paguyuban Gerakan Rakyat Gunung (Pager Gunung) di Desa Melung, mengatakan, kebutuhan pupuk urea untuk pertanian telah digantikan pupuk organik dari kotoran ternak kambing dan ayam. Untuk pembasmi hama padi, petani menggunakan ramuan dedaunan dan urine kambing.

Sukirno mengatakan, ada 145 petani yang tergabung dalam Pager Gunung, tetapi belum semua menerapkan sistem pertanian organik. Untuk lahan sayuran, ada 30 petani yang menerapkan pertanian organik murni dengan total lahan seluas empat hektar, sedangkan untuk sawah ada lima orang dengan areal seluas satu setengah hektar. “Selebihnya masih separuh-separuh,” ujarnya.

Timbul (34), salah satunya. Dia baru menggunakan pupuk organik untuk memupuk tanaman di sawahnya seluas 700 meter persegi. Sisanya, seluas 2.100 meter persegi, masih menggunakan pupuk urea. Hal ini dia lakukan karena modalnya terbatas. Untuk memupuk 700 meter persegi lahannya dibutuhkan 1 kuintal pupuk organik seharga Rp 200.000. Biaya itu dua kali lipat lebih besar dibandingkan menggunakan pupuk urea dan TSP.

Tak seperti pertanian padi, pertanian sayuran malah lebih mudah menggunakan pupuk organik. Karinah (38), mengaku sejak enam bulan lalu memupuk lahan sayurnya seluas 350 meter persegi dengan pupuk organik, dia belum pernah lagi memupuknya. “Kalau pakai pupuk organik ini suburnya awet lama,” katanya.

Kepala Desa Melung Budi Satrio mengatakan, pihaknya sedang berusaha memperluas pengetahuan sistem pertanian organik kepada setiap petani di Desa Melung secara bertahap. “Dengan demikian, mereka pun dapat mandiri. Petani tidak lagi bergantung kepada pasar,” katanya. (Regina Rukmorini/Madina Nusrat)

 1,845 total views